Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Mei 2011

Kondangan

Selasa pagi 11 Maret 2008. Langit Duren Sawit sedang cerah hari ini. Panas tak terik menyengat. Angin pun bergerak lambat. Pukul 8.30, sembari menjinjing tas dari kain terigu berisi DVD Player dan VCD, aku mengendarai motor ke Sekretariat RW. Kupikir masih jam segitu siswa-siswi PAUD belum datang. Ternyata beberapa dari mereka sudah datang. Tikar dan karpet sudah digelar Napi.

Aku datang awal sekadar menguji apakah televisi 14 inci yang tergantung di dekat plafon bisa digunakan untuk pengoperasian DVD Player. Kuminta Napi menurunkan televisi dan meletakkan di atas meja. Kucoba, ternyata bisa. 

Pukul 9 siswa-siswi dan orang tua sudah datang namun Bu Ani belum kelihatan. Oleh Bu Pepen aku diminta mengajar lebih dulu. Tidak, kataku. Aku tetap mengajar usai Bu Ani mengajar. Aku bergegas pulang.

Usai menyapu kamar dan berganti pakaian batik, aku kembali ke Sekretariat RW. Ya, hari ini aku pakai baju batik coklat pemberian Bu Pepen (Ketua PKK RW 01) sebagai seragam guru. Kamis 6 Maret lalu, dalam rapat usai acara PAUD, aku diberi seragam tersebut. Tinggal aku yang belum dapat seragam. Tentor dan guru lain (Bu Ani dan Bu Sri Warsini) sudah pakai seragam tiap mengajar.

Seperti mau kondangan saja, batinku saat mengunci rumah. Maka pergilah aku ke Sekretariat RW dengan penuh percaya diri. Setiba di sana, Bu Sri Warsini menyambutku dengan senyum. “Wah, Billy ganteng juga pakai baju itu,” ucapnya sambil meminta Bu Pepen memerhatikanku. Ibu-ibu lain juga siswa-siswi PAUD turut memandangku. Yah, pede saja.

Sylvi sedang menggendong anaknya ketika ia melihatku dan berkata, “Wah Kak kok celananya begitu? Mau kondangan?” Ia memerhatikan model pakaianku yang barangkali kurang pas. Baju batik coklat dipadu celana gunung warna krem, pantaskah? Aku senyum saja. Termasuk ketika Rohid, siswa PAUD, sambil mengayuh sepedanya berucap, “Pak, mau kondangan?”

Waktu mengajar Bu Ani selesai. Seperti biasa, anak-anak dan orangtua menyingkirkan meja kecil ke tepi. Namun kali ini pemandangan baru terlihat. Anak-anak duduk rapi menyerong ke pojok kanan teras Sekretariat. Di sana ada televisi yang sudah kusiapkan. “Lho kok pada duduk menghadap sana?” tanyaku, lepas. Seorang ibu menyela, “Lho, kan nanti nonton tv.” “Nggak, itu cuma ditaruh saja di sana,” candaku. Ia tertawa.

Aku menggeser duduk ke tengah anak-anak, berbaur di belakang mereka. “Kok duduknya mengahadap tv?” tanyaku pada mereka. Beberapa anak menoleh ke arahku sambil menyungging senyum. “Nonton film apa?”


Kemudian aku mengambil tempat di depan mereka. Jarak baris terdepan dengan tv terlalu dekat, maka kuminta mereka mundur sedikit. Awalnya mereka kesulitan mundur karena dalam posisi duduk. Beberapa malah tidak mau mundur. Kuajak mereka berdiri dan meminta mereka mundur, menjaga jarak dengan tv. Dari posisi itu aku bisa melihat anak-anak duduk menyerong ke arahku, ibu-ibu duduk mengitari mereka di sisi kiri, belakang, dan kanan. Anak-anak usia 2 tahun yang belajar di bagian dalam Sekretariat turut keluar, ikut bergabung.

Hari ini aku menggunakan media film sebagai pengantar pelajaran. Film Seri Pendidikan Anak ini kubeli Ahad 9 Maret lalu di Islamic Book Fair 2008. Film tentang bagaimana belajar Bahasa Inggris untuk Playgroup dan TK. Sebenarnya sudah lama aku mencari film seperti ini dan baru ketemu kemarin.

Materi pelajaran pertama adalah ‘Greetings—ucapan selamat’. Sebelum memutar film aku memberi pengantar singkat mengapa kita harus mengucapkan selamat, yaitu sebagai tanda kasih sayang antara kita dengan orang yang kita hadapi.

Film diputar. Volume suara dikeraskan. Alunan musik ceria bergema bersamaan gambar lucu berwarna mencolok. Musik mengalun, saatnya bernyanyi bersama. Kuajak anak-anak bernyanyi, banyak di antara mereka yang bengong; maklum lagu baru di telinga mereka.

Film berkisah tentang tiga anak bersaudara. Mereka mengucapkan kalimat ‘selamat pagi’, ‘selamat  siang’, dan ‘selamat malam’ dengan ejaan dan pengucapan Bahasa Inggris dan Indonesia dalam situasi yang berganti-ganti. Saat film diputar, tidak semua mata anak tertuju ke layar tv. Beberapa asyik dengan dirinya sendiri, bahkan mengganggu teman lain. Yang berdiri kuminta duduk. Yang terdesak ke depan kupangku. Kekeluargaan sekali.   

Film kumatikan saat pelajaran pertama selesai. Kutanyakan materi film pada anak-anak. Sebagian hafal. Kemudian kuajak mereka bernyanyi ‘Are You Sleeping’ karena suasana gaduh. Tak kusangka mereka masih hafal—padahal Selasa lalu aku tidak mengajar mereka. Malah beberapa hafal mengucapkan kalimat yang cepat dan sulit dinyanyikan; ‘When the bells are ringing’. Kata ibuku, anak-anak cepat menghafal lagu.

Selain film, aku juga bawa CD lagu anak-anak yang dibeli Ibu di Pasar Benda Jaya Sabtu lalu. Kuputar lagu ‘Balonku’. Kembali kami bernyanyi. Namun hanya sebagian yang hafal lagu itu. Aku menyadari lagu-lagu anak-anak baru sedikit mereka kuasai. Barangkali mereka lebih hafal lagu orang dewasa macam Peterpan, The Rock, dan Inul Daratista. Seorang ibu yang baru kulihat maju ke dekatku dan memegang tangan anaknya untuk berjoget mengikuti irama lagu.

Usai menyanyi bersama, pelajaran selesai. Doa dipanjatkan. Dalam waktu kurang lima menit Sekretariat RW sepi. Napi mulai sibuk merapikan tikar dan karpet. Aku merasakan peluh memenuhi tubuh.

Seperti biasa kami berkumpul di dalam Sekretariat, di atas karpet yang belum dirapikan Napi. Hanya ada empat orang hadir; aku, Bu Ani, Bu Sundari, dan ibuku. Ibu-ibu yang lain anjangsana ke kampung sebelah, RW 02, yang kata ibuku menggelar pembelajaran PAUD tiap hari. Kami membincangkan format proposal yang akan dibuat untuk diajukan ke Departemen Pendidikan Nasional.

Tak lama kami berbincang. Aku dan ibu bareng pulang. Kami sama-sama berpakaian batik. Ibu berpakaian batik biru, batikku warna coklat. Tapi sama-sama seperti orang kondangan.



Duren Sawit, Selasa 11 Maret 2008.14.30 WIB
 

Tidak ada komentar: